HOME

HOME

Selasa, 07 Mei 2013

02/PMK.03/2010 ( BIAYA PROMOSI )





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 02/PMK.03/2010 TANGGAL 8 JANUARI 2010
TENTANG
BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan kepastian hukum dan memberikan kesamaan perlakuan bagi Wajib Pajak, perlu penyesuaian terhadap pengaturan mengenai biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto;
b.         bahwa biaya promosi sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf (a) angka 7 Undang-Undang nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Biaya Promosi yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3.         Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan biaya Promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.

Pasal 2
Besarnya Biaya Promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah:
a.         biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
b.         biaya pameran produk;
c.         biaya pengenalan produk baru; dan/atau
d.         biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.



Pasal 3
Tidak termasuk Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah:
a.         pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada pihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi.
b.         Biaya Promosi untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final.

Pasal 4
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan, sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.

Pasal 5
Biaya Promosi yang dikeluarkan kepada pihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan wajib dilakukan pemotongan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 6
(1)        Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran Biaya Promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain.
(2)        Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong.
(3)        Daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini.
(4)        Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
(5)        Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak dipenuhi, Biaya Promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Pasal 7
Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 tentang Biaya Promosi dan Penjualan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal      :           8 Januari 2010

MENTERI KEUANGAN,
            ttd
SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 8 Januari 2010

MENTERI HUKUM DAN
HAK ASASI MANUSIA,
            ttd
PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 6

                                                                                                                                               LAMPIRAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.03/2010 TENTANG BIAYA PROMOSI YANG DAPAT DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR NOMINATIF BIAYA PROMOSI

Nama Wajib Pajak         :
NPWP                          :
Alamat                          :
Tahun Pajak                  :

No.
Data Penerima
Pemotongan PPh
Nama
NPWP
Alamat
Tanggal
Bentuk dan Jenis Biaya
Jumlah (Rp)
Keterangan
Jumlah PPh
Nomor Bukti Potong













                                                                                                            ...............................,.................


                                                                                                                        Nama Wajib Pajak
_______________________________________________________________________________________

                                                                                                MENTERI KEUANGAN,
Salinan sesuai dengan aslinya,                                                               ttd
Kepala Biro Umum                                                                     SRI MULYANI INDRAWATI
            u.b.
Kepala Bagian T.U. Departemen
            ttd
Antonius Suharto
NIP 060041107












Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan

Bagi Wajib Pajak badan dan Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha, biaya promosi adalah biaya yang lazim dikeluarkan. Terlebih lagi bagi perusahaan yang poduknya dijual dalam lingkungan pasar bebas yang persaingannya ketat. Dari sudut Pajak Penghasilan, biaya promosi adalah salah satu biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan. Namun demikian, karena mungkin bentuknya yang bermacam-macam serta untuk menghindari adanya penghindaran pajak dengan memasukkan biaya-biaya yang tidak jelas ke biaya promosi, Undang-undang Pajak Penghasilan menegaskan bahwa biaya promosi yang dapat dikurangkan adalah biaya promosi yang ketentuanya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (Pasal 6 ayat (1) huruf a angka 7 UU PPh).
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur hal ini sebenarnya sudah dikeluarkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009 tanggal 10 Juni 2009. Namun demikian, belum sempat Wajib Pajak menggunakan ketentuan ini, ternyata telah terbit pada tanggal 8 Januari 2009 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Peraturan ini mulai berlaku 1 Januari 2009 sehingga Wajib Pajak yang akan membuat SPT Tahunan 2009, sudah dapat menggunakan peraturan ini dan mengabaikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009.
Tulisan di bawah ini adalah merupakan hasil ringkasan atau penyusunan kembali ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 dan tidak memperhatikan sama sekali ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.03/2009.
Pengertian Biaya Promosi
Yang dimaksud dengan biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari biaya periklanan (media cetak, elektronik dan/atau media lainnya), biaya pameran produk, biaya pengenalan produk baru dan/atau biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Biaya Promosi Yang Tidak Dapat Dikurangkan
Berikut ini adalah biaya promosi yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan neto :
  1. pemberian imbalan berupa uang dan/atau fasilitas, dengan nama dan dalam bentuk apapun, kepada fihak lain yang tidak berkaitan langsung dengan penyelenggaraan kegiatan promosi
  2. biaya promosi untuk mendapatkan , menagih dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak dan yang telah dikenai pajak bersifat final
Dalam hal promosi dilakukan dalam bentuk pemberian sampel produk, besarnya biaya yang dapat dikurangkan adalah sebesar harga pokok sampel produk yang diberikan sepanjang belum dibebankan dalam perhitungan harga pokok penjualan.
Kewajiban Pemotongan PPh
Kewajiban pemotongan Pajak Penghasilan ditegaskan dalam Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan ini di mana jika biaya promosi dibebankan kepada fihak lain dan merupakan objek pemotongan Pajak Penghasilan, maka wajib dilakukan pemotongan sesuai ketentuan yang berlaku.
Kewajiban pemotongan PPh ini misalnya jika biaya promosi berupa iklan maka harus dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto sesuai ketentuan dalam Pasal 23 UU PPh dan peraturan pelaksanaannya.  Contoh lain misalnya jika promosi dilakukan berupa kegiatan pameran atau acara yang dilakukan dengan menggunakan jasa event organizer, maka atas jasa tersebut wajib dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan yang sesuai.
Daftar Nominatif
Untuk dapat mengurangkan biaya promosi yang dibayarkan kepada fihak lain, Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif yang yang paling sedikit memuat informasi nama, NPWP dan alamat penerima serta tanggal, bentuk dan jenis biaya promosi, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya PPh yang dipotong. Bentuk daftar nominatif ini sudah diatur dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
Daftar nominatif ini nantinya dilaporkan sebagai lampiran SPT Tahunan yang disampaikan Wajib Pajak. Apabila ketentuan di atas tentang daftar nominatif ini tidak sipenuhi maka biaya promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.















































DAFTAR NOMINATIF, TIDAK DAPAT MENGHAPUS JEJAKMU

Oleh: M. Arief Risman
Kisah Pembuka
Mario adalah seorang pegawai di sebuah perusahaan besar yang sangat patuh dengan aturan perpajakan. Mario juga seorang pegawai yang teguh dengan prinsip agamanya. Sehubungan dengan adanya rotasi di kantornya ini dia mendapat tugas baru yaitu mengantar jemput setiap tamu penting perusahaan ke hotel atau tempat lain untuk menjamu tamu tersebut. Sekilas dia melihat peluang dari tugas barunya ini yaitu bisa mendapatkan kenalan orang-orang yang dianggap penting. Tugas itu pun dijalankannya dengan senang hati, sampai pada suatu hari dia mendapatkan kebimbangan. Salah satu tamu perusahaan menginginkan jenis hiburan yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Jika dia mengiyakan keinginan tamu itu maka tentu saja dia terlibat dengan dosa itu.
Setelah berfikir matang-matang, rupanya Mario teringat dengan pesan sobatnya Azzam di bagian pajak yang selalu wanti-wanti untuk tidak lupa membawa bukti-bukti pembayaran entertainment serta mengisi daftar yang disebutnya daftar nominatif. Daftar yang berisi data nama tamu, nama perusahaan, jenis entertainment, tempat, hari serta tanggal dan data lainnya yang harus diisi lengkap. Pesan sobatnya ini kemudian secara diplomatis disampaikan kepada sang tamu bahwa kegiatan bapak untuk mengunjungi tempat itu akan tercatat dengan lengkap di dalam daftar nominatif yang akan tersimpan rapi di perusahaan dan juga akan disampaikan ke kantor pelayanan pajak. Dengan kata lain, jejak Bapaj tidak dapat terhapus. Sang tamu yang terheran-heran dengan istilah daftar nominatif pada akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengunjungi tempat terlarang itu. Mario akhirnya bersyukur dan dia sangat merasakan manfaat dari daftar nominatif ini.
Kisah di atas hanya sebuah ilustrasi yang menggambarkan kepatuhan Wajib Pajak untuk selalu membuat daftar nominatif pada setiap biaya entertainment yang diberikan kepada para relasi atau mitra bisnis. Aturan pajak mengatur bahwa biaya entertainment merupakan biaya yang dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto sepanjang diberikan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan dengan syarat tambahan Wajib Pajak harus membuat daftar nominatif, sebuah daftar yang memuat informasi detail tentang jenis, nilai dan pihak yang menerima entertainment tersebut. Apa itu daftar nominatif lalu bagaimana aturan pajak mengaturnya serta jenis-jenis biaya yang dipersyaratkan harus membuat daftar nominatif akan dibahas dalam artikrl di bawah ini.
A.      Pembahasan
  1. 1. Dasar aturan
Istilah daftar nominatif banyak ditemukan dalam peraturan perpajakan Indonesia. Penggunaan istilah ini banyak ditemukan dalam pasal-pasal peraturan yang berhubungan dengan pemeriksaan pajak, bentuk pelaporan yang disampaikan kantor pajak, serta persyaratan agar sebuah biaya dapat diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto (deductible expense). Tulisan ini memfokuskan pembahasan daftar nominatif sebagai syarat agar sebuah biaya dapat diakui sebagai pengurang penghasilan bruto.
  1. 2. Jenis biaya yang mensyaratkan daftar nominatif
Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur ketentuan bagaimana sebuah biaya diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto. Sebuah biaya dapat menjadi pengurang epnghasilam bruto jika biaya tersebut dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, yaitu biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. Namun untuk beberapa jenis biaya tertentu. Ketentuan perpajakan mensyaratkan adanya syarat tambahan. Syarat tambahan mutlak sifatnya karena jika tidak dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh maka biaya tersebut tidak bisa diakui sebagai pengurang penghasilan bruto. Syarat tambahan yang dimaksud adalah daftar nominatif, sebuah daftar yang merinci tentang data-data yang dibutuhkan untuk memperjelas pengeluaran biaya tersebut. Daftar nominatif dibuat untuk membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan.
Beberapa jenis biaya yang diwajibkan dilengkapi dengan daftar nominatif adalah sebagai berikut :
Biaya Entertainment
Biaya yang diperuntukan untuk menjamu relasi atau rekanan bisnis perusahaan. Pada dasarnya biaya ini diakui sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sepanjang pengeluaran tersebut sesuai dengan kelaziman dan kewajaran dalam praktek dunia usaha sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik. Biaya entertainment menjadi pengurang penghasilan bruto jika dipergunakan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak serta dapat dibuktikan kebenarannya, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya (seri PPh Umum 18) yang menyebutkan bahwa :
  1. Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan 1984.
  2. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).
  3. Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif
Biaya Promosi
Biaya promosi adalah bagian dari biaya penjualan yang dikeluarkan oleh Wajib Pajak dalam rangka memperkenalkan dan/atau menganjurkan pemakaian suatu produk baik langsung maupun tidak langsung untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan penjualan.
Sesuai pasal 3 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 02/PMK.03/2010 besarnya biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan akumulasi dari jumlah :
  1. biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media lainnya;
  2. biaya pameran produk;
  3. biaya pengenalan produk baru;dan/atau
  4. biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk.
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya promosi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 yang dikeluarkan kepada pihak lain. Daftar nominatif yang telah dibuat kemudian dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka biaya promosi tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, ketentuan ini dapat dilihat dalam pasal 4 dan pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 02/PMK.03/2010.
Biaya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih adalah piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usaha perusahaan, yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak. Berkaitan dengan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dijelaskan dalam Pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 yang menyebutkan bahwa Piutang yang nyata-nyata, tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto, sepanjang memenuhi persyaratan :
a. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Berdasarkan pasal 3 ayat 1 huruf b dinyatakan bahwa Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, sebagai daftar nominatif. Kemudian ditambahkan pula dalam pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri daftar nominatif.




  1. 3. Isi daftar nominatif
Daftar Nominatif Biaya Entertainment
Isi yang terkandung dalam daftar nominatif untuk biaya entertainment diatur dalam poin 3 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya (seri PPh Umum 18) yaitu berisi :
  1. Nomor urut.
  2. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.
  3. Nama tempat, alamat, jenis, dan jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.
  4. Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi Nama, Posisi, Nama perusahaan, dan Jenis usaha.
Daftar Nominatif Biaya Promosi
Isi daftar nominatif untuk biaya promosi tercantum dalam pasal 6 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 02/PMK.03/2010 yang paling sedikit harus memuat data penerima berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, tanggal, bentuk dan jenis biaya, besarnya biaya, nomor bukti pemotongan dan besarnya pajak penghasilan yang dipotong.
Daftar Nominatif Biaya Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
Daftar nominatif untuk biaya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih atau yang disebut daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak adalah seperti yang tercantum dalam pasal 4 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009, yaitu harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Sedangkan dalam pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 disebutkan bahwa piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus dilampiri daftar nominatif yang berisi identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat dan jumlah Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
B.      Penutup
Daftar nominatif adalah sebuah daftar yang merinci tentang data-data yang dibutuhkan untuk memperjelas pengeluaran biaya tertentu. Daftar nominatif dibuat untuk untuk membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan. Beberapa biaya yang telah dikeluarkan oleh Wajib Pajak wajib dibuat daftar nominatif, yaitu biaya entertainment, biaya promosi dan penjualan serta biaya piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. Daftar nominatif yang telah dibuat oleh Wajib Pajak wajib dilaporkan sebagai lampiran saat Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan.
Dengan adanya ketentuan ini maka Wajib Pajak harus lebih tertib dalam mengelola pengeluaran yang berhubungan dengan biaya entertainment, biaya promosi dan penjualan serta biaya piutang yang nyata-nyata tidak tertagih untuk tetap bisa diakui sebagai biaya yang diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto. Begitu pula para fungsional pemeriksa, para account representative atau petugas pajak lainnya harus lebih jeli melihat apakah biaya-biaya yang telah dikeluarkan Wajib Pajak tersebut sudah memenuhi persyaratan untuk dilengkapi dengan daftar nominatif.
Daftar Pustaka
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang–Undang Nomor 36 tahun 2008
  2. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PMK.03/2010 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010 tentang biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
  4. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986 tentang biaya entertainment dan sejenisnya (seri PPh Umum 18)

PPN MEMBANGUN SENDIRI





PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 163/PMK.03/2012 TANGGAL 22 OKTOBER 2012
TENTANG
BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang       :
a.         bahwa dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembayaran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, perlu mengatur kembali batasan dan tata cara pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;
b.         bahwa untuk lebih menjamin rasa keadilan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, berdasarkan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009 Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk mengatur nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
c.         bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 42 TAHUN 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri;

Mengingat         :
1.         Undang-Undang nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UNDANG-UNDANG nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.         Undang-Undang nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan      :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1.         Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
2.         Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
3.         Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disebut dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

 Pasal 2
(1)        Atas kegiatan membangun sendiri terutang Pajak Pertambahan Nilai.
(2)        Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang bagi orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
(3)        Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
(4)        Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
            a.         konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
            b.         diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
            c.         luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).

Pasal 3
(1)        Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dengan cara mengalikan tarif 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2)        Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.

Pasal 4
(1)        Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
(2)        Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(3)        Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.

Pasal 5
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.

Pasal 6
(1)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ke kas negara, Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi.
(2)        Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri:
            a.         tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan; atau
            b.         memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, namun tidak benar atau tidak lengkap,
            jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditetapkan secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 7
(1)        Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib disetor ke kas negara melalui kantor pos atau bank persepsi paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(2)        Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang harus diisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3)        Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercantum pada Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.
(4)        Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
            a.         kolom NPWP diisi dengan:
                        1.         angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
                        2.         angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
                        3.         angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
            b.         pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
(5)        Dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
            a.         kolom NPWP diisi dengan:
                        1.         angka 0 (nol) pada 9 (sembilan) digit pertama;
                        2.         angka kode Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan tersebut didirikan pada 3 (tiga) digit berikutnya; dan
                        3.         angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir.
            b.         pada kotak “Wajib Pajak/Penyetor” diisi nama dan alamat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.

Pasal 8
(1)        Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dengan mempergunakan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(2)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(3)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).
(4)        Dalam hal Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya, Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, atau Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Pengusaha Kena Pajak tersebut selain wajib melaporkan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaporkan kegiatan membangun sendiri dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan melampirkan fotokopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2).

Pasal 9
(1)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak melakukan kewajiban penyetoran Pajak Pertambahan Nilai terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan/atau kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dapat mengeluarkan surat teguran sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah melakukan penyetoran atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri namun berdasarkan data yang dimiliki dan diperoleh oleh Direktorat Jenderal Pajak diyakini terdapat indikasi penyetoran atau pelaporan yang tidak wajar, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menerbitkan surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3)        Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterbitkannya surat teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat himbauan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), orang pribadi atau badan belum menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan dapat melakukan verifikasi atau pemeriksaan untuk menetapkan besarnya Pajak Pertambahan Nilai terutang atas kegiatan membangun sendiri tersebut.
(4)        Berdasarkan hasil verifikasi atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas kegiatan membangun sendiri.
(5)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6)        Dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri telah memiliki NPWP namun berbeda dengan tempat bangunan didirikan, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama secara jabatan menerbitkan NPWP sebagai cabang sesuai ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 10
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.

Pasal 11
Tata cara penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 12
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.         kegiatan membangun sendiri yang telah dimulai sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini sesuai jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dan belum selesai pembangunannya pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, termasuk kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), dikenakan Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri.
2.         Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2010 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 13
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di     :           Jakarta
pada tanggal      :           22 Oktober 2012

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 Oktober 2012

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
            ttd
AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2012 NOMOR 1036

                                                            LAMPIRAN I
                                                          PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT TEGURAN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
……………………………………………………....(1)
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nomor               :           ……………… (2)                                                                        ……………..,……20…. (3)
Lampiran           :          
Hal                   :           Surat Teguran

Yth. ……………………………………………………….
………………………………………………………………(4)

            Berdasarkan data pada tata usaha kami, Saudara belum melakukan kewajiban menyetor dan/atau melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor…………………………………………………………..
            Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara diminta agar segera menyetor dan/atau melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri tersebut dan memberikan konfirmasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat teguran ini, kepada:
No.
Nama/NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
... (5)
… (6)
… (7)
… (8)
Saudara juga diminta untuk membawa bukti-bukti pendukung antara lain:
1.         Surat Setoran Pajak (SSP) Lembar 1 atau Lembar 3;
2.         Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan
3.         Bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan.
            Perlu kami ingatkan bahwa dalam hal batas waktu di atas terlewati dan Saudara belum melakukan kewajiban menyetor dan/atau melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri dan/atau memberikan konfirmasi, Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas kegiatan membangun sendiri dapat dilakukan penghitungan dan penetapan pajak terutang secara jabatan.
            Atas perhatian dan kerjasama Saudara diucapkan terima kasih.

                                                                                    a.n.       Direktur Jenderal Pajak
                                                                                                …………………………..(9)


                                                                                                …………………………..(9)
                                                                                                NIP……………………..(9)

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN SURAT TEGURAN

Angka 1                        :           Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan atau Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar
Angka 2                        :           Diisi dengan nomor surat Kantor Pelayanan Pajak
Angka 3                        :           Diisi dengan tempat dan tanggal pembuatan surat
Angka 4                        :           Diisi dengan nama orang pribadi atau badan yang melakukan Kegiatan Membangun Sendiri, beserta alamatnya
Angka 5                        :           Diisi dengan nomor urut
Angka 6                        :           Diisi dengan nama dan NIP petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 7                        :           Diisi dengan pangkat dan golongan petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 8                        :           Diisi dengan jabatan petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 9                        :           Diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak serta cap jabatan
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

                                                                                    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
                                                                                                ttd
                                                                                    AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
            u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904801984021001

                                                            LAMPIRAN II
                                                          PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 163/PMK.03/2012 TENTANG BATASAN DAN TATA CARA PENGENAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

FORMAT SURAT TEGURAN ATAS KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
……………………………………………………....(1)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Nomor              :           ……………… (2)                                                                        ……………..,……20…. (3)
Lampiran           :          
Hal                   :           Surat Himbauan

Yth. ……………………………………………………….
………………………………………………………………(4)

            Dengan ini kami mengucapkan terima kasih atas pemenuhan kewajiban perpajakan yang sudah Saudara lakukan. Saudara telah menyetor dan/atau melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor………………………… dengan rincian sebagai berikut:
1.         Nama Wajib Pajak                     :           ………………………………..
2.         NPWP                                      :           ………………………………..
3.         Masa Pajak                               :           ………………………………..
4.         Nilai Surat Setoran Pajak            :           ……………………………….. (5)
            Berdasarkan data yang ada pada tata usaha kami, jumlah Pajak Pertamabahan Nilai terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri yang Saudara setor dan/atau laporkan tersebut belum sesuai dengan data yang kami miliki dan/atau peroleh.
            Sehubungan dengan hal tersebut, Saudara diminta agar segera memberikan konfirmasi dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat himbauan ini, kepada:
No.
Nama/NIP
Pangkat/Gol.
Jabatan
... (6)
… (7)
… (8)
… (9)
Saudara juga diminta untuk membawa bukti-bukti pendukung antara lain:
1.         Surat Setoran Pajak (SSP) Lembar 1 atau Lembar 3;
2.         Ijin Mendirikan Bangunan (IMB); dan
3.         Bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau dibayarkan untuk membangun bangunan.
            Perlu kami ingatkan bahwa dalam hal batas waktu di atas terlewai dan Saudara tidak memberikan konfirmasi, maka terhadap Saudara dapat dilakukan penghitungan dan penetapan pajak terutang secara jabatan.
            Atas perhatian dan kerjasama Saudara diucapkan terima kasih.


                                                                                    a.n.       Direktur Jenderal Pajak
                                                                                                …………………………..(10)


                                                                                                …………………………..(10)
                                                                                                NIP……………………..(10)

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA

PETUNJUK PENGISIAN SURAT HIMBAUAN

Angka 1                        :           Diisi dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat bangunan didirikan
Angka 2                        :           Diisi dengan nomor surat Kantor Pelayanan Pajak
Angka 3                        :           Diisi dengan tempat dan tanggal pembuatan surat
Angka 4                        :           Diisi dengan nama Orang Pribadi atau Badan yang melakukan Kegiatan Membangun Sendiri, beserta alamatnya
Angka 5                        :           Diisi dengan data pada Surat Setoran Pajak yang disampaikan oleh Wajib Pajak
Angka 6                        :           Diisi dengan Nomor urut
Angka 7                        :           Diisi dengan nama dan NIP petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 8                        :           Diisi dengan pangkat dan golongan petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 9                        :           Diisi dengan jabatan petugas yang akan menangani proses konfirmasi
Angka 10          :           Diisi dengan nama, NIP, dan tanda tangan Kepala Kantor Pelayanan Pajak serta cap jabatan
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

                                                                                    MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
                                                                                                ttd
                                                                                    AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO UMUM
            u.b.
KEPALA BAGIAN T.U. KEMENTERIAN
GIARTO
NIP 195904801984021001